Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan 9 orang tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi berupa penerimaan sesuatu oleh penyelenggara negara atau yang mewakili terkait dengan pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di pemerintahan Kota Bekasi. Salah satu di antaranya adalah Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi (RE).
Penetapan itu disampaikan Ketua KPK Firli Bahuri dalam keterangan pers di gedung Merah Putih, Jakarta, Kamis (6/12/2022).
“Berdasarkan keterangan pemeriksaan-pemeriksaan para saksi dan bukti-bukti yang telah dikumpulkan oleh KPK, KPK berkesimpulan terdapat sembilan orang tersangka dalam perkara tangkap tangan dugaan tindak pidana korupsi berupa penerimaan sesuatu oleh penyelenggara negara atau yang mewakili terkait dengan pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di pemerintahan Kota Bekasi,” ujar Firli.
Para tersangka tersebut sebagai berikut:
a. Sebagai pemberi ada empat orang
AA: Swasta, Direktur PT ME
LBM: Swasta
SY: Direktur PT KBR dan PT HS
MS: Camat Rawalumbu
b. Sebagai penerima ada lima orang
RE: Wali Kota Bekasi periode 2013-2018 dan periode 2018-2022
MP: Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan PTSP Kota Bekasi
MY: Lurah Jatisari Bekasi
WY: Camat Jatisampurna
JL: Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Pemukiman dan Pertanahan Kota Bekasi
Dalam paparannya, Firli mengungkapkan, tim KPK menjaring 14 orang dalam OTT yang berlangsung Rabu (5/1/2022) hingga Kamis (6/1/2022) di beberapa tempat wilayah di Kota Bekasi, Jawa Barat, dan Jakarta.
14 orang tersebut antara lain:
a. RE, wali kota Bekasi periode 2013-2018 dan periode kedua 2018-2022.
b. AA, swasta, Direktur PT ME
c. NV, makelar tanah
d. PK, staf sekaligus ajudan RE
e. MP, Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan PTSP Kota Bekasi
f. HR, Kasubag TU Sekretariat Daerah Kota Bekasi
g. SY, Direktur PT KBR dan PT HS
h. HD, Direktur PT KBR dan PT HS
i. MS, Camat Rawalumbu
j. JL, Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Pemukiman dan Pertanahan Kota Bekasi
k. AM, staf Dinas Perindustrian
l. MY, Lurah Jatisari Bekasi
m. WY, Camat Jatisampurna
n. LBM, swasta
Kronologi dan konstruksi perkara
Menurut Firli, OTT bermula dari laporan masyarakat atas informasi tentang adanya dugaan penyerahan uang kepada penyelenggara negara. Selanjutnya, KPK pada tanggal 5 Januari 2022, mendapatkan informasi jika uang akan diserahkan oleh MP kepada RE. Tim KPK melakukan pengintaian dan mengetahui jika MP telah memasuki rumah dinas wali kota Bekasi dengan membawa sejumlah uang juga telah diserahkan kepada RE.
“Selanjutnya pukul 14.00, bergerak mengamankan saudara MP pada saat keluar dari rumah wali kota Bekasi,” kata Firli.
Selanjutnya, menurut dia, tim KPK memasuki rumah dinas wali kota Bekasi dan mengamankan beberapa pihak di antaranya RE, MY, PK, dan beberapa ASN dari Pemkot Bekasi. Selain itu, tim KPK juga menemukan bukti uang dengan jumlah yang fantastis, miliaran rupiah, dalam bentuk pecahan rupiah.
Secara paralel, ujar Firli, tim juga melakukan penangkapan terhadap beberapa pihak swasta antara lain NP di wilayah Cikunir, AA di daerah Pancoran, dan SY di wilayah sekitar Senayan.
“Selanjutnya seluruh pihak yang diamankan dibawa ke gedung Merah Putih KPK untuk menjalani pemeriksaan secara intensif,” katanya.
Tadi malam, pukul 19.00 WIB, Firli mengatakan tim KPK mengamankan MS dan JL di kediaman masing-masing. Hari ini, lanjut dia, tim KPK kembali mengamankan dua orang WY dan LBM beserta bukti uang ratusan juta dalam bentuk rupiah.
“Seluruh bukti uang yang telah disita oleh KPK kurang lebih Rp 3 miliar dan buku rekening bank dengan saldo sekitar Rp 2 miliar. Perlu diketahui jumlah uang bukti Rp 5,7 miliar dan sudah kita sita berupa uang tunai dan dalam buku tabungan,” ujar Firli.
Firli lantas membeberkan konstruksi perkara yang masih dalam satu kesatuan dalam proses OTT. Diduga, menurut dia, Pemkot Bekasi menetapkan APBD Perubahan 2021 untuk belanja modal tanah ganti rugi dengan nilai total anggaran Rp 286,5 miliar. Ganti rugi dimaksud di antaranya:
a. Pembebasan lahan sekolah di Rawalumbu dengan nilai Rp 21,8 miliar
b. Pembebasan lahan polder 202 senilai Rp 25,8 miliar
c. Pembebasan lahan polder air Kranji senilai Rp 21,8 miliar
d. Melanjutkan pembangunan gedung teknis bersama senilai Rp 15 miliar
“Atas proyek-proyek tersebut, RE selaku wali kota Bekasi, diduga menetapkan lokasi pada tanah milik swasta dan melakukan intervensi dengan memilih langsung para pihak swasta yang lahannya akan digunakan untuk proyek pengadaan dimaksud serta meminta tidak memutus kontrak pekerjaan,” ujar Firli.
“Sebagai bentuk komitmen, tersangka RE diduga telah meminta sejumlah uang kepada para pihak yang lahannya diganti rugi oleh Pemkot Bekasi di antaranya menggunakan sebutan untuk sumbangan masjid,” lanjutnya.
Selanjutnya, menurut Firli, pihak-pihak tersebut menyerahkan sejumlah uang melalui perantara orang-orang yang merupakan kepercayaan, yaitu JL yang menerima uang Rp 4 miliar dari LBM, WY yang menerima uang Rp 3 miliar dari MS, dan mengatasnamakan sumbangan ke salah satu masjid yang berada di bawah yayasan milik keluarga RE sejumlah Rp 100 juta dari SY.
Selain itu, kata Firli, tersangka RE juga diduga menerima sejumlah uang dari beberapa pegawai pada pemerintahan Kota Bekasi sebagai pemotongan terkait posisi jabatan yang diembannya di Pemkot Bekasi.
“Jadi ada pungutan juga ya,” ujarnya.
Firli menyebut uang tersebut diduga digunakan untuk operasional tersangka RE yang dikelola oleh MY yang pada saat dilakukan OTT tersisa uang Rp 600 juta.
“Jadi ada uang operasional yang disita oleh KPK,” katanya.
Di samping itu, juga terkait dengan pengurusan proyek dan tenaga kerja kontrak di Pemerintah Kota Bekasi, RE diduga menerima sejumlah uang Rp30 juta dari AA melalui MB