SERANG, CB – Sejumlah rumah dinas camat di Kabupaten Serang, Banten, diduga tidak ditempati. Kondisi ini membuat fungsi bangunan menjadi mubazir dan menghambat koordinasi antara camat dengan masyarakat setempat.
Beberapa warga yang ditemui awak media mengungkapkan kekecewaannya. Menurut mereka, rumah dinas seharusnya menjadi tempat tinggal bagi camat agar mudah berinteraksi dan menyerap aspirasi warga, baik siang maupun malam. Namun, karena tidak ditempati, warga merasa sulit mengenal camatnya.
“Akibat tidak tinggal di rumah dinas, sebagian besar warga tidak kenal dengan camatnya,” ujar salah satu warga.

Kondisi ini disebut-sebut berdampak pada pembangunan di masing-masing kecamatan yang dinilai berjalan di tempat. Warga juga menyayangkan sikap camat yang terkesan “masa bodoh” saat terjadi bencana seperti longsor, banjir, atau puting beliung.
“Mulai jam 4 sore sampai pagi, rumah dinas camat itu sepi, bagaikan kuburan. Lalu apa tujuannya pemerintah membangun rumah dinas ini?” tambah warga.
Warga mengusulkan agar fungsi rumah dinas yang tidak ditempati diubah menjadi gedung serbaguna untuk pertemuan warga atau resepsi pernikahan gratis.
Rosyadi, Ketua Umum Paku Banten Center Indonesia, juga turut angkat bicara. Menurutnya, kinerja camat saat ini dinilai “manja”. Mereka datang ke kantor sekitar jam 10 pagi, hanya menandatangani berkas, lalu pulang jam 4 sore.
“Diduga para camat tersebut kurang kreatif untuk memajukan daerahnya dan menyejahterakan masyarakatnya,” kata Rosyadi.
Ia membandingkan kondisi ini dengan era Orde Baru, di mana para camat benar-benar tinggal di rumah dinas. Hal ini membuat hubungan camat dan warga sangat akrab, bahkan diibaratkan “seperti sendok dengan garpu,” karena mereka kerap berdiskusi tentang program pembangunan.
Saat dikonfirmasi, beberapa camat di Kabupaten Serang tidak berhasil ditemui di kantornya. Menurut staf, camat yang bersangkutan belum datang ke kantor.