Komnas HAM : Tanggung Jawab Negara Belum Terpenuhi untuk Korban Pelanggaran HAM

Komnas HAM : Tanggung Jawab Negara Belum Terpenuhi untuk Korban Pelanggaran HAM

Serang–Tim Tidak Lanjut Hasil Penyelidikan Pelanggaran HAM Berat Komnas HAM menyoroti pentingnya penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi pada peristiwa 1965.

Dalam kesempatan tersebut, Komnas HAM menegaskan bahwa pemerintah perlu memberikan prioritas yang lebih besar dalam menyelesaikan persoalan ini, mengingat jumlah korban yang terus bertambah yang telah didata oleh Komnas HAM.

Berdasarkan hasil penyelidikan Komnas HAM, peristiwa 1965 terbukti sebagai pelanggaran HAM berat. Namun sampai saat ini, tindakan dari pemerintah belum menunjukkan kemajuan signifikan.

Meskipun Komnas HAM telah menyelesaikan tahap penyelidikan dan menghasilkan Surat Keterangan Komisi Pelanggaran HAM (SKKP HAM), langkah selanjutnya bergantung pada pihak kejaksaan yang harus melakukan penyidikan lebih lanjut.

Saat ini, hanya empat dari 17 peristiwa yang sudah diproses oleh Kejaksaan Agung, termasuk peristiwa di Timor Timur, Tanjung Priok, Adipura, dan Paniai.

Komnas HAM menyatakan bahwa lembaga sesuai dengan mandat Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000, memiliki tugas sebagai penyelidik pelanggaran HAM berat. Setelah tahap penyelidikan selesai, jaksa agunglah yang memiliki kewenangan untuk melanjutkan proses penyidikan. Sayangnya, hingga kini, banyak kasus yang belum diproses lebih lanjut oleh pihak kejaksaan.

Dalam konteks ini juga menyoroti bahwa Instruksi Presiden (Inpres) yang diterbitkan pada masa Presiden Joko Widodo bertujuan untuk memberikan kompensasi kepada korban. Namun, meskipun sudah ada upaya simbolik seperti pembangunan rumah bagi korban di beberapa kota, banyak korban yang merasa bahwa Inpres tersebut belum cukup untuk memenuhi hak mereka. Sebagai contoh, gugatan yang diajukan oleh sejumlah korban ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) menunjukkan bahwa satu tahun waktu yang diberikan dalam Inpres tersebut masih belum mencukupi untuk penyelesaian seluruh persoalan yang ada.

 

Komnas HAM juga menyampaikan pentingnya edukasi sejarah terkait pelanggaran HAM berat kepada generasi muda.

“Generasi muda harus tahu akar sejarah dari peristiwa-peristiwa yang telah didokumentasikan oleh Komnas HAM, agar mereka tidak menjadi ahistoris, khususnya dalam kontestasi politik yang memerlukan pemahaman yang jelas mengenai keterlibatan pihak-pihak tertentu dalam pelanggaran HAM,” ujar salah satu anggota tim kepada wartawan Rabu, (19/3/2025).

Komnas HAM menyadari tantangan besar dalam penyelesaian kasus ini, baik dari segi legal – formal maupun dari sisi rekonsiliasi sosial. Namun, dengan adanya lima undang-undang yang menjadi landasan hukum bagi Komnas HAM, lembaga ini tetap menjalankan tugasnya untuk memberikan layanan kepada korban pelanggaran HAM berat, termasuk mengeluarkan Surat Keterangan Korban Pelanggaran HAM Berat (SKK HAM).

Disisi lain, Komnas HAM berharap dapat terus bekerja sama dengan pemerintah dan semua pihak terkait dalam upaya sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat.

“Pemerintah memiliki sumber daya yang lebih besar untuk menyelesaikan masalah ini, karena sosialisasi tentang sejarah pelanggaran HAM perlu disampaikan kepada seluruh anak bangsa agar tidak terulang di masa depan,” tutup Komnas HAM.

Dengan tetap istiqomah dalam memberikan layanan kepada para korban, Komnas HAM berharap dapat terus berperan dalam mewujudkan keadilan dan memastikan bahwa hak-hak korban pelanggaran HAM berat mendapatkan pengakuan yang seharusnya. (Yuyi Rohmatunisa)