SERANG – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten menetapkan dua orang sebagai tersangka dalam dugaan kasus tindak pidana korupsi Bank Banten, Kamis (4/8/2022).
Kepala Kejati Banten Leonard Eben Ezer Simanjuntak mengatakan dua tersangka diduga terlibat dalam kasus penyimpangan pemberian fasilitas kredit modal kerja (KMK) dan kredit investasi (KI).
Fasilitas Bank Banten kepada PT HNM itu senilai Rp 65 miliar pada 2017.
“Kami sudah ekspose. Dua tersangka itu adalah SDJ dan RS,” ujarnya di depan kantor Kejati Banten, Kamis siang.
Saat itu SDJ menjabat sebagai kepala Divisi Kredit Komersial Bank Banten dan Plt Pemimpin Kanwil Bank Banten DKI Jakarta.
Adapun RS menjabat sebagai Direktur Utama PT HNM.
Keduanya saat ini sedang menjalani pemeriksaan kesehatan di kantor Kejati Banten.
Menurut Leonard, perkara yang menjerat para tersangka telah ditingkatkan ke tahap penyidikan sejak 7 Juli 2022.
Tim penyidik menemukan sejumlah alat bukti yang mengarah pada ditetapkannya dua tersangka setelah ekspose dan pemeriksaan terhadap 15 saksi.
Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten menetapkan dua orang sebagai tersangka dalam dugaan kasus tindak pidana korupsi Bank Banten, Kamis (4/8/2022).
“Kasusnya dimulai pada 25 Mei 2017. Saat itu, RS mengajukan permohonan kredit kepada Bank Banten,” kata Leonard.
Pengajuan permohonan RS melalui SDJ sekitar Rp 39 miliar.
Permohonan pinjaman itu terdiri atas KMK Rp 15 miliar dan KI Rp 24 miliar.
Pengajuan dilakukan untuk mendukung pembiayaan pekerjaan PT HNM dengan PT Waskita Karya pada pekerjaan persiapan tanah Jalan Tol Pematang Panggang Kayu Agung di Palembang, Sumatera Selatan.
“Agunan berupa non-fixed asset sebesar Rp 50 miliar dan fixed asset berupa tiga lahan dengan SHM,” ujarnya.
Pada Juni 2017, SDJ yang bertindak sebagai pemrakarsa kredit dan anggota Komite Kredit, mengajukan Memorandum Analisa Kredit (MAK) untuk dibahas komite.
Dia mendapatkan keputusan persetujuan dari Ketua Komite Kredit, FM, selaku Plt Direktur Utama Bank Banten.
Ketua Komite Kredit memberikan persetujuan pemberian kredit kepada PT HNM dengan total nilai sebesar Rp 30 miliar.
Kredit itu terdiri atas KMK Rp 13 miliar dan KI Rp 17 miliar.
Pada November 2017, PT HNM kembali mengajukan penambahan plafon kredit dan mendapatkan persetujuan sebesar Rp 35 miliar.
Padahal, kata Leonard, sejak pencairan kredit pertama pada Juni 2017 sebesar Rp 30 miliar, PT HNM belum melaksanakan kewajibannya untuk melakukan pembayaran angsuran.
“Total eksposure kredit Bank Banten kepada PT HNM sebesar Rp 65 miliar,” ujarnya.
Dalam penyidikan, terungkap fakta RS merupakan debitur bersama-sama dengan SDJ.
Keduanya diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum dan atau menyalahgunakan kewenangan.
Perbuatan para tersangka melanggar syarat penandatanganan kredit dan syarat penarikan kredit yang ditetapkan dalam MAK.
“Serta terikat dengan perjanjian kredit dan ketentuan SOP yang berlaku,” kata Leonard.
Sesuai dengan SK Direksi PT Bank Pembangunan Daerah Banten, Tbk Nomor 026/SK/DIRBB/X/2016 tentang Ketentuan Komite Kredit dan Kewenangan Komite Kredit pada 31 Oktober 2016.
Selain iotu, juga SK Direksi PT Bank Pembangunan Daerah Banten, Tbk Nomor 015/SK/DIRBB/X/2016 tentang Ketentuan Komite Kredit dan Kewenangan Komite Kredit tanggal 22 Mei 2017.
“Dan prinsip kehati-hatian perbankan prudential banking principle dan prinsip pemberian kredit yang
sehat,” ujarnya.
Perbuatan para tersangka kemudian sangkakan sebagaimana melanggar ketentuan Pasal 2 ayat (1), sub Pasal 3, jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999.
UU itu tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. **