Persetujuan Kemitraan RI-UEA Tingkatkan Ekspor ke Timur Tengah

Persetujuan Kemitraan RI-UEA Tingkatkan Ekspor ke Timur Tengah

NASIONAL – Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia–Uni Emirat Arab (IUAE–CEPA) diharapkan bisa menjadi upaya untuk meningkatkan kinerja perdagangan dan investasi dengan negara Teluk dan Timur Tengah. Perjanjian Indonesia-UAE CEPA ditandatangani Menteri Perdagangan RI Zulkifli Hasan dan Menteri Ekonomi Uni Emirat Arab (UEA) Abdulla bin Touq Al Marri, Jumat (1/7), bersamaan dengan kunjungan kerja Presiden Joko Widodo ke Abu Dhabi, UEA.

“Bapak Presiden RI menyambut positif penyelesaian persetujuan IUAE–CEPA. Persetujuan ini menjadi pintu masuk Indonesia ke UEA yang merupakan hub untuk meningkatkan ekspor ke negara-negara tujuan nontradisional seperti di kawasan Teluk, Timur Tengah, Afrika, dan Asia Selatan,” kata Mendag Zulkifli Hasan dikutip dari Antara, Sabtu (2/7).

Penandatanganan IUAE–CEPA juga menjadi momentum bersejarah karena ini kali pertama Indonesia memiliki perjanjian dagang dengan negara di Kawasan Teluk. “Kita harap bersama ketika IUAE–CEPA ini diimplementasikan, peningkatan kinerja sektor perdagangan dan investasi yang didorong melalui IUAE–CEPA dapat semakin mengakselerasi upaya pemulihan ekonomi pascapandemi COVID-19 serta meningkatkan daya saing Indonesia,” kata Mendag.

Sementara itu Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan (Kemendag), Djatmiko Bris Witjaksono mengatakan, perundingan IUAE–CEPA sangat bermanfaat bagi Indonesia, salah satunya akses pasar ke UEA melalui penurunan dan penghapusan tarif bea masuk sekitar 94 persen dari total pos tarif.

Persetujuan IUAE–CEPA mencakup pengaturan di bidang perdagangan barang, perdagangan jasa, investasi, hak kekayaan intelektual, ekonomi Islam, ketentuan asal barang, prosedur kepabeanan dan fasilitasi perdagangan, kerja sama ekonomi, pengadaan barang dan jasa pemerintah, usaha kecil dan menengah, perdagangan digital, serta ketentuan hukum dan isu kelembagaan.

Isu ekonomi Islam dalam IUAE–CEPA ini juga menjadi satu catatan sejarah bagi Indonesia. Pasalnya, untuk kali pertama, isu ekonomi Islam/syariah dimasukkan sebagai salah satu cakupan persetujuan kemitraan ekonomi komprehensif dengan negara mitra dagang Indonesia.

Pengaturan pada bab terkait ekonomi Islam dalam IUAE–CEPA, yang merupakan terobosan unik bagi Indonesia dalam upaya pengembangan kerja sama terkait ekonomi Islam, antara lain melibatkan saling diakuinya sertifikasi halal masing-masing negara, usaha kecil dan menengah, serta ekonomi digital. Masih dalam bab yang sama, turut diatur kerja sama pengembangan sektor ekonomi Islam yang mencakup bahan mentah, makanan dan minuman, obat-obatan dan kosmetik, modest fashion, pariwisata, media dan rekreasi, serta pembiayaan Islami,” ungkap Djatmiko.

Berdasarkan analisis cost benefit dan prognosa IUAE–CEPA, dalam sepuluh ekspor Indonesia ke UEA diproyeksikan meningkat sebesar USD 844,4 juta atau meningkat 53,90 persen. Selain itu impor Indonesia dari UEA diproyeksikan naik USD 307,3 juta atau sekitar 18,26 persen.

Setelah ditandatangani, proses lebih lanjut adalah ratifikasi IUAE–CEPA yang akan dilakukan bersama oleh pemerintah dan DPR RI sebelum akhirnya nanti dapat berlaku dan dapat dimanfaatkan oleh para pelaku usaha kedua negara.

Sebagai informasi total perdagangan Indonesia-UEA pada 2021 mencapai USD 4,0 miliar atau meningkat 37,88 persen dibandingkan tahun 2020 yang sebesar USD 2,9 miliar.

Meskipun sempat turun pada 2019-2020 nilai perdagangan bilateral kembali naik signifikan, di mana pada 2021 ekspor Indonesia ke UEA mencapai USD 1,9 miliar atau meningkat 52,15 persen dibandingkan ekspor tahun 2020 sebesar USD 1,2 miliar.

Komoditas ekspor utama Indonesia ke UEA yaitu barang perhiasan dan bagiannya, minyak sawit dan turunannya, kendaraan bermotor, apparatus (peralatan) elektronik untuk telepon seluler, dan apparatus penerimaan untuk televisi.

Sementara itu impor Indonesia dari UEA tahun 2021 mencapai USD 2,1 miliar atau meningkat 27,33 persen dibandingkan 2020 yang sebesar USD 1,7 juta dengan komoditas impor produk setengah jadi dari besi atau baja, alumunium tidak ditempa, emas, sulfur, dan polimer propilena.***