Mantan Plt Dirut PT Krakatau Engineering Diperiksa Kejagung

Mantan Plt Dirut PT Krakatau Engineering Diperiksa Kejagung

BANTEN – Tim Penyidik Kejaksaan Agung memeriksa mantan Direktur Operasi 1 PT Krakatau Engineering, terkait kasus pembangunan Pabrik Blast Furnace PT Krakatau Steel pada 2011. Pemeriksaan dilakukan di gedung bundar Jampidsus Kejaksaan Agung, Rabu 11 Mei 2022.

Dalam keterangan tertulisnya, Kapuspenkum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana mengatakan, saksi tersebut berinisial EP selaku mantan dirops 1, serta sebagai Plt Dirut PT Krakatau Engineering periode 2010-2017.

“FP selaku Mantan Direktur Operasi 1 pada PT Krakatau Engineering, diperiksa bahwa saksi pada periode 12 Oktober 2010 s/d 2 Oktober 2017 selaku Direktur Bisnis dan Operasi 1 pada PT. Krakatau Engineering dan pada periode 2 Oktober 2017 s.d 29 Desember 2017 selaku Direktur Teknik dan Pengembangan merangkap Plt. Direktur Utama PT. Krakatau Engineering,” katanya.

Menurut Kapuspenkum, yang bersangkutan diperiksa terkait pelaksanaan pembangunan proyek Blast Furnace Project pada PT. Krakatau Steel melakukan negosiasi penandatanganan kontrak dengan beberapa subkontraktor dengan nilai antara Rp.500 juta -Rp.2 milyar.

Juga terkait perikatan kontrak bridging loan (pinjaman lunak) untuk pembangunan BFC Project dengan Dirut PT Krakatau Steel (periode Oktober 2017) lalu.

Kasus ini bermula, pada 2011 – 2019 PT Krakatau Steel (Persero) membangun pabrik Blast Furnance (BFC) bahan bakar batubara adalah untuk memajukan industri baja nasional dengan biaya produksi yang lebih murah, karena jika dengan menggunakan bahan bakar gas biaya produksi lebih mahal.

Pada tanggal 31 Maret 2011 dilakukan lelang pengadaan pembangunan pabrik Blast Furnace (BFC) yang dimenangkan oleh konsorsium MCC CERI dan PT Krakatau Engineering.

Sumber pendanaan pembangunan pabrik Blast Furnace awalnya dibiayai bank ECA / Eksport Credit Agency dari China namun dalam pelaksanaannya ECA dari China tidak menyetujui pembiayaan proyek karena PT KS tidak memenuhi persyaratan pencairan kredit.

Selanjutnya pihak PT KS mengajukan pinjaman ke Sindikasi Bank BRI, MANDIRI, BNI, OCBC, ICBC, CIMB Bank dan LPEI.

Adapun nilai kontrak setelah mengalami perubahan adalah Rp 6.9 triliun, pembayaran yang telah dilaksanakan adalah sebesar Rp 5,3 triliun dengan porsi luar negeri 3,5 triliun dan lokal Rpl 1,8 triliun.

Akan tetapi pekerjaan dihentikan 19 Desember 2019 karena belum seratus persen dan biaya produksi lebih besar dari harga pasar. ***